Thariqah Naqsyabandiyah
Tarekat yang pendirinya dinisbatkatkan kepada wali quthub bernama Muhammad Baha’uddin bin Muhammad bin Muhammad al-Syarif al-Husaini al-Hasani al-Uwaissi al-Bukhari.
Lebih dikenal dengan sebutan Syaikh an-Naqsyabandi.
Syaikh an-Naqsyabandi berguru ilmu tarekat kepada Syaikh Muhamad Baba as-Samasi kemudian kepada Sayid Amir Kulal.
Syaikh an-Naqsyabandi lahir di desa Qasrul Arifan di dekay Bukhar(Uzbekistan) pada bulan Muharram tahun 717 Hijriyah.
Sebelum di lahirkan, gurunya, Syaikh Muhammad Baba as-Sammasi, telah mengisyaratkan akan kelahirannya.
Setiap kali Syaikh as-Sammasi melewati desa Qasrul Arifin, selalu berkata pada uridnya “Dari desa ini aku mencium bau seorang wali.”
Setelah bayi yang dimaksudkan dilahirkan dan berusia tiga hari, Syaikh as-Sammasi melewati desa itu seperti biasa.
Lalu kembali berkata pada muridnya, “Bau seorang wali yang telah aku ceritakan, sekarang ini semakin semerbak.”
Tak lama setelah itu, si bayi oleh kakeknya dibawa ke rumah syaikh as-Sammasi. Ketika melihat bayi tersebut, syaikh as-Sammasi spontan berterian gembira seraya menoleh kepada muridnya, “Ini anakku’.
Inilah wali yang selama ini aku cium banunya.
Insya Allah tidak lama lagi ia akan menjadi panutan banyak orang.”
Kemudian Syaikh as-sammasi menemui Sayyid Amir Kulal untuk menyerahkan pendidikan “anaknya” itu.
Didiklah dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai engkau teledor, aku tak akan rela untuk selama-lamanya.”
Lalu Sayid Amir Kulal berdiri dan berkata, ”Aku akan melaksanakan perintahmu. Insya Allah aku tidak akan teledor dalam mendidiknya.”
Syaikh an-Naqsabandi mengisahkan “Kakekku mengirimku ke desa Sammas dengan tujuan supaya aku mengabdi kepada Syaikh as-Sammasi.
Ketika aku berhasil menemuinya, sebelum waktu Maghrib tiba aku telah mendapat keberkahannya sehingga aku merasakan ketenangan pada diriku, ke-Khusyu’-an, tadharru’ serta kembali kepada Allah.”
Lebih lanjut Syaikh an-Naqsabandi berkata, “ketika syaikh as-sammasi meninggal dunia, kakekku embawaku ke Samarqand.
Setiap kali mendengar ada orang saleh, ia membawaku kepadanya. Kepada orang saleh yang dikunjungi, ia meminta doa untukku.
Ternyata permintaan doa terkabul Aku mendapat keberkahan dari orang-orang saleh tersebut.”
Syaikh an-Naqsyabandi juga berkata,”Di antara pertolongan Allah yang diberikan kepadaku adalah kopiah kakek guruku (Syaikh al-Azizan) telah sampai kepadaku sehingga keadaanku semakin baik dan harapanku semakin kuat.
Yang demikian itu membuatku dapat mengabdi kepada Sayyid ‘Amar Kulal’ dan memberitahuku bahwa Syaikh as-Sammasi mewasiatkan diriku kepadanya.”
Di antara akhlak Syaikh an-Naqsyabandi adalah apabila menjenguk salah seorang temannya, pasti akan menanyakan kabar keluarga dan anak-anaknya serta menghiburnya dengan hiburan yang sepantasnya.
Bukan hanya itu saja, Syaikh an-Naqsyabandi juga menanyakan apa yang berhubungan dengannya sampai bertanya tentang ayam-ayam peliharaannya.
Ditampakkannya rasa belas kasihan kepada semua seraya berkata, “Abu Yazid al-Busthami sekembalinya dari laut berdzikir, melakukan hal seperti ini.”
Meski sangat sempurna dalam kezuhudannya, syaikh an-Naqsyabandi senantiasa memberi dan mendahulukan orang lain.
Bila ada orang memberinya, diterimanya, Lalu membalasnya dengan pemberian yang berlipat ganda.
Demikian itu karena Syaikh an-Naqsyabandi mengikuti jejak Rasulullah SAW yang sangat terkenal kedermawanannya.
Keberkahan akhlaknya yang mulia menular kepada murid-muridnya.
Di antara karamahnya adalah sebagaimana yang telah disampaikan oleh Syaikh Ala uddin al-Anthar.
Suatu ketika Syaikh Ala Uddin al-Anthar bersama dengan Syaikh an-Naqsyabandi. Ketika itu udara diliputi oleh mendung.
Lalu Syaikh an-Naqsyabandi bertanya, “Apa waktu dhuhur sudah masuk?” syeikh Ala uddin al-Aththar menjawab “belum”, Lalu syaikh an-Naqsyabandi berkata ”keluarlah dan lihatlah langit.”
Lalu Syaikh ala uddin al-Aththar keluar dan melihat ke atas langit.
Tiba-tiba tersingkaplah hijab alam langit sehingga Syaikh Ala Uddin al-Aththar dapat melihat seluruh malaikat di langit tengah melaksanakan shalat Dhuhur, lalu Syaikh Ala Uddin al-Aththar masuk dan langsung ditanya oleh Syaikh an_Naqsyabandi, “Bagaimana pendapatmu, bukankah waktu dhuhur tiba?”
Syaikh ala uddin al-Aththar malu dibuatnya dan membaca istigfar dan sampai beberapa hari merasa masih terbebani dengan kejadian tersebut.
Syaikh Ala uddin al-Aththar berkata, “ketika Syaikh an-Naqsyabandi akan meninggal, aku dan yang hadir pada saat itu membaca surah Yasin.
Ketika bacaan surah Yasin sampai di tengah-tengah, tiba-tiba tampak seberkas cahaya terang yang menyinari seisi ruangan.
Maka aku membaca kalimat La ilaha ila Allah, lalu Syaikh an-Naqsyabandi wafat.”
Syaikh An-Naqsyabandi wafat pada malam Senin tanggal 3 Rabi’ul Awal tahun 791 Hijriyah.
Kemudian dimakamkan di kebun miliknya yang memang sudah ditentukan oleh Syaik an-Naqsyabandi sendiri.
Para pengikutnya membangun kubah di atas makamnya dan di kebunnya dibangun masjid yang luas.
Sumber :
http://radytasinta.blogspot.com/2017/06/macam-macam-thoriqoh-dan-tokoh.html
No comments:
Post a Comment